Administrasi dan Administrasi Negara Administrasi  Administrasi berasal dari bahasa Belanda, yakni Administratie yang berarti kegiatan catat...

Administrasi dan Administrasi Negara

Administrasi 

Administrasi berasal dari bahasa Belanda, yakni Administratie yang berarti kegiatan catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. Administrasi dalam pengertiaan luas dapat ditinjau dari sudut proses, fungsi, dan dari sudut kepranataan (institutional).

Ditinjau dari sudut proses, administrasi merupakan keseluruhan proses yang dimulai dari proses pemikiran, perencanaan, pengaturan, penggerakan, pengawasan sampai dengan proses pencapaian tujuan. Ditinjau dari sudut fungsi atau tugas, administrasi berarti keseluruhan tindak (aktivitas) yang mau atau tidak mau harus dilakukan dengan sadar oleh seseorang atau sekelompok orang yang kedudukan sebagai administrator atau manajemen puncak suatu organisasi usaha sedangkan administrasi dari sudut kepranataan atau institusi, kelompok orang yang secara tertentu melakukan aktivitas-aktivitas di dalam organisasi.

Menurut Siagian dalam bukunya Anggara (2012:21), menyebutkan: “Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.

Berdasarkan pendapat diatas maka disimpulkan bahwa administrasi adalah suatu proses kerjasama antara dua orang atau lebih untuk bisa mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Pliffner dalam bukunya Anggara (2012:21) menyebutkan: “Administrasi dapat dirumuskan sebagai pengorganisasian dan penjurusan sumber-sumber yang diinginkan.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Administrasi Negara adalah kegiatan memberikan pengarahan, bimbingan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha kelompok dalam rangka mencapai tujuan bersama. Proses operasi administrasi terdapat sejumlah unsur yang saling berkait antara satu dan yang lain, yang apabila salah satunya tidak ada, proses operasi administrasi akan pincang.

Unsur-unsur administrasi menurut Anggara (2012:29) menyebutkan:
1. Organisasi, yaitu wadah bagi segenap kegiatan usaha kerja sama.
2. Manajemen, yaitu kegiatan menggerakkan sekelompok orang dan mengerahkan fasilitas kerja. Meliputi perencanaan, pembuatan keputusan, pembimbingan, pengoordinasian, pengawasan, penyempurnaan dan perbaikan tata struktur dan tata kerja.
3. Komunikasi, yaitu penyampaian berita dan pemindahan buah pikiran dari seseorang kepada yang lainnya dalam rangka terwujudnya kerja sama.
4. Kepegawaian, yaitu pengaturan dan pengurusan pegawai yang diperlukan.
5. Keuangan, yaitu pengolahan segi-segi pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan.
6. Perbekalan, yaitu perencanaan, pengadaan dan pengaturan pemakaian barang-barang keperluan kerja.
7. Tata Usaha, yaitu penghimpunan, pencatatan, pengolahan, pengiriman dan penyimpanan berbagai keterangan yang diperlukan.
8. Hubungan Masyarakat, yaitu perwujudan hubungan yang baik dan dukungan dari lingkungan masyarakat terhadap usaha kerjasama.

Administrasi Negara

Administrasi Negara merupakan administrasi pada Negara sebagain suatu organisasi modern. Organisasi modern adalah organisasi yang ada anggaran dasarnya atau kontitusinya dengan maksud dan tujuan yang jelas dan juga adanya struktur dan mekanisme serta rasional agar menghasilka sesuatu yang dapat diambil manfaatnya.

Pengertian administrasi negara untuk lebih jelasnya akan peneliti sebutkan  menurut para ahli yaitu : Menurut Leonard dikutip oleh Handayaningrat (1980:2), menyebutkan pengertian administrasi: “Administrasi adalah suatu proses yang pada umumnya terdapat pada semua usaha kelompok, negara atau swasta, sipil atau militer, usaha yang besar atau kecil dan sebagainya”.

Sedangkan  menurut Kahya (1996:4) menyebutkan: “Administrasi negara ialah suatu ilmu yang mempelajari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh negara untuk melaksanakan atau mewujudkan politik negara atau politik pemerintah.”

Definisi-definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan maka diperlukan suatu pegawasan internal dan kualitas pelayanan untuk meningkatkan kinerja pegawai khususnya di bidang pelayan sektor publik.

Ciri-ciri administrasi negara disebutkan Thoha (2008:36-38), sebagai berikut:
1. Administrasi negara adalah suatu kegiatan yang tidak bisa dihindari (unavoidable). Setiap orang selama hidupnya selalu berhubungan dengan administrasi negara. Mulai dari lahir sampai meninggal dunia, orang tidak bisa melepaskan diri dari sentuhan kegiatan administrasi negara, baik warga negara ataupun orang asing.

2. Administrasi negara memerlukan adanya kepatuhan. Hal ini administrasi negara mempunyai monopoli untuk mempergunakan wewenang dan kekuasaan yang ada padanya untuk memaksa setiap warga negara mematuhi peraturan-peraturan dan segala perundangan yang telah ditetapkan.

3. Administrasi negara mempunyai prioritas. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan oleh administrasi negara. Dari sekian banyaknya tersebut tidak lalu semuanya diborong olehnya. Prioritas diperlukan untuk mengatur pelayanan terhadap masyarakat.

4. Administrasi negara mempunyai ukuran yang tidak terbatas. Besar lingkup kegiatan administrasi negara meliputi seluruh wilayah negara, di darat, di laut dan di udara.

5. Pimpinan atasnya (top management) bersifat politis. Administrasi negara dipimpin oleh pejabat-pejabat politik. Hal ini berarti pimpinan tertinggi dari administrasi negara dijabat oleh pejabat yang dipilih atau diangkat berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

6. Pelaksanaan administrasi negara adalah sangat sulit diukur. Oleh karena kegiatan administrasi negara sebagiannya bersifat politis dan tujuan di antaranya untuk mencapai perdamaian, keamanan, kesehatan, pendidikan, keadilan, kemakmuran, pertahanan, kemerdekaan, dan persamaan, maka hal tersebut tidak mudah untuk diukur.

7. Banyak yang diharapkan dari administrasi negara. Dalam hubungan ini akan terdapat dua standar penilaian. Satu pihak masyarakat menghendaki administrasi negara berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhan mereka. Di pihak lain administrasi negara mempunyai kemampuan, keahlian, dana, dan sumber-sumber lain yang terbatas
 

Arah Perkembangan Administrasi Publik Perubahan paradigma manajemen pemerintahan telah mendorong perkembangannya administrasi publik yang se...

Arah Perkembangan Administrasi Publik
Perubahan paradigma manajemen pemerintahan telah mendorong perkembangannya administrasi publik yang semakin dinamis. Perubahan paradigma ini juga diakui oleh Savas (1983), Osborne (1992), Effendi (1995), Mustopadidjaja (1997), Mifta Thoha (1997) sebagai berikut :

1. Perubahan paradigma dari orientasi manajemen pemerintahan yang serba negara menjadi berorientasi pasar. Selama ini manajemen pemerintahan mengikuti paradigma yang lebih mengutamakan kepentingan negara. Kepentingan negara menjadi pertimbangan pertama dan utama untuk mengatasi segala macam persoalan yang ditimbulkan di masyarakat. Pasar disini dapat berupa rakyat atau masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Sekarang ini, paradigmanya berubah, orientasi manajemen pemerintahan diarahkan kepada pasar. Segala aspirasi masyarakat menjadi lebih penting artinya untuk menjadi bahan pertimbangan pemerintah.

2. Perubahan paradigma dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian menjadi berorientasi kepada egelitarian dan demokrasi.

3. Perubahan paradigama dari sentralisasi kekuasaan menjadi desentralisasi kewenangan.

4. Perubahan manajemen pemerintahan yang hanya menekankan pada batas-batas dan aturan yang berlaku untuk satu negara tertentu, mengalami perubahan ke arah boundryless organization.

5. Perubahan dari paradigma yang mengikuti tatanan birokrasi Weberian menjadi tatanan birokrasi yang post bureacracy government, atau perubahan dari manajemen pemerintahan yang mengikuti struktur fisik (phsical structure) ke tatanan manajemen pemerintahan berdasarkan pada logical structure. Dengan kata lain, suatu tatanan administrasi publik yang berorientasi pada paperwork menjadi tatanan administrasi publik yang paperles.

Sebagai dampak dari perubahan global, administrasi publik juga mengalami perubahan mendasar terutama peran dan orientasi yang ingin dicapai. Dalam era global kita melihat berkembang dan tumbuhnya sistem administrasi publik dan pemerintahan yang semakin efisien, efektif. Pergeseran peran telah mulai terjadi dimana fungsi pemerintah dalam berbagai segi kehidupan ekonomi, sosial telah bergeser dari peran pemerintah yang begitu besar ke arah mendorong lembaga-lembaga masyarakat/swasta untuk mengambil bagian yang besar dalam menjalankan sebagai fungsi-fungsi pelayanan kepada masyarakat (Osborne 1993, Kartasasmita 1996, Kristiadi 1997). Pemeritnah cukup hanya berfungsi sebagai pengarah tidak lagi berfungsi sebagai pengatur yang dominan. Hal ini berimplikasi pada adanya keinginan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan partisipasi dalam pembangunan.

Perubahan peran administrasi publik akan selalu seiring dengan dinamika masyarakat dimana sistem administrasi publik itu berada. Frederickson (1983), efektifitas, rasionalitas dan produktivitas, tetapi yang lebih penting adalah administrasi publik harus menciptakan keadilan sosial, berdasarkan kebutuhan pada semua lapisan masyarakat. Hal ini berarti administrasi publik berusaha untuk merubah kebijakan-kebijakan maupun struktur-struktur yang secara sistematis merintangi terciptanya keadilan sosial.

Administrasi publik memiliki fungsi untuk menjalankan kebijaksanaan dan program-program kegiatan pemerintahan untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kerangka hirarki kebijaksanaan (Bromley: 1984). Sehubungan dengan hal ini perkembangan administrasi publik akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan tuntutan dan aspirasi dan pelayanan kebutuhan masyarakat yang cenderung selalu dinamis.

Nicholas Henry (1995) telah mengidentifikasi alur perkembangan administrasi publik sebagai kajian akademik ke dalam lima paradigma. Paradigma pertama adalah dikhotomi politik administrasi publik, yang antara lain dipelopori oleh Woodrow Wilson (1887 dengan tulisannya yang berjudul The Study of Administration). Paradigma kedua adalah prinsip-prinsip administrasi yang berkembang antara tahun 1927-1937.

Paradigma ketiga disebut paradigma administrasi publik sebagai ilmu politik. Paradigma keempat, yang berkembang antara tahun 1956 hingga 1970 memandang administrasi publik sebagai ilmu administrasi. Dalam konteks ini terdapat perkembangan untuk menempatkan locus disiplin administrasi publik secara proposial pada akar keilmuan administrasi dan manajemen yang berkembang sejak Henry Fayol menulis bukunya yang berjudul Industrial and General Administration (1949). Paradigma kelima yang berkembang sejak tahun 1970, menempatkan administrasi publik sebagai disiplin akademik administrasi publik. Dalam hal ini bahwa administrasi publik telah berkembang sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Administrasi publik yang berkembang setelah paradigma kelima yang diidentifikasikan oleh Henry menurut Kristiadi (1997) adalah paradigma administrasi pembangunan. Hal ini didasarkan pada temuan-temuan hasil kajian kelompok studi komparatif administrasi (CAG) yang menyebutkan bahwa ”adminsitrasi publik lebih berorientasi untuk mendukung usaha-usaha pembangunan negara-negara yang belum maju”. Pada umumnya proses kegiatan ini disebut sebagai administrasi pembangunan. Sedangkan di negara-negara maju dewasa ini, administrasi publik lebih diarahkan kepada upaya pencarian bentuk kelembagaan yang tepat, ketatalaksanaan dan aspek kualitas sumber daya manusia aparatur yang pada intinya adalah reformasi administrasi. Setelah perkembangan paradigma administrasi publik sebagai administrasi pembangunan, menurut Bintoro (1999), paradigma berikutnya adalah mewirausahakan birokrasi yang dipelopori oleh Osborne, Gaebler (1992) dan perkembangan yang terakhir adalah penyeleggaraan kepemerintahan/administrasi publik yang baik (good governance) yang bercirikan kepastian hukum, keterbukaan, akuntability dan konsistensi.

Sementara beberapa teori administrasi berpendapat bahwa peranan administrasi publik harus makin terfokuskan pada upaya menghasilkan barang dan inilah menurut Kristiadi (1997) efisiensi dalam pelayanan publik melalui pengadaan barang-barang publik dan pelayanan jasa publik sama pentingnya dengan mekanisme pasar yang dilaksanakan oleh pemerintah yang bercirikan good governance. Untuk mewujudkan hal tersebut, menurut Osborne dan Gaebler (1992), administrasi publik perlu didukung oleh birokrasi yang memiliki semangant wirausaha.

Perubahan orientasi dan peran administrasi publik diperlukan untuk merespon dinamika masyarakat yang tinggi terutama dalam menciptakan pelayanan yang efisien dan efektif serta menciptakan keadilan sosial bagi warga masyarakat. Hal ini perlukan karena administrasi publik berfungsi sebagai instrumen publik untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian fungsi aparatur sebagai pelayanan masyarakat harus dominan dan diutamakan ketimbang fungsi sebagai abdi negara.

Moestopadijaja (1998) mengatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan ke depan harus didasarkan pada prinsip-prinsip: pemberdayaan, pelayanan, partisipasi, kemitraan, dan desentralisasi. Fungsi pemberdayaan, aparatur pemerintah tidak harus berupaya melakukan sendiri, tetapi mengarahkan (steering rather then rowing). Sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat, jangan dilakukan oleh pemerintah. Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya, maka harus diberdayakan (empowering). Pemberdayaan berarti pula memberi peran kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam proses pembangunan.

Pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan dalam membangun yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku melayani, bukan dilayani, mendorong bukan menghambat, mempermudah bukan mempersulit, sederhana bukan berbelit-belit, terbuka untuk setiap orang bukan hanya untuk segelintir orang. Dengan demikian makna administrasi publik sebagai wahana penyelenggaraan pemerintahan negara yang harus melayani publik harus benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara.

Partisipasi masyarakat harus diikutsertakan dalam proses menghasilkan public good atau services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan dan bukan semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (empowering rather than serving), kepercayaan masyarakat harus meningkat dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi harus ditingkatkan.

Inti dari perubahan peran dan orientasi administrasi publik adalah bahwa bentuk organisasi birokrasi yang ada sekarang harus berubah sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri, yaitu bentuk organisasi yang terbuka, fleksibel, ramping atau pipih (flat), efisiensi dan rasional, terdesentralisasi, kaya fungsi miskin struktur sehingga memungkin organisasi birokrasi lebih cepat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Bahkan menurut Mc Kinsey (Kristiadi:1997) desain organisasi kedepan dicirikan oleh 7 S, yaitu: (1) system, (2) structure, (3) strategy, (4) staff, (5) skill, (6) leadership style, dan (7) share value. 

Aspek sistem meliputi pemahaman terhadap visi dan misi organisasi berdasarkan tuntutan perubahan lingkungan, nilai dan budaya yang dimiliki organisasi yang menjadi ciri khas organisasi dan sekaligus menjadi perekat dan motivasi anggota organisasi untuk mengembangkan berbagai aktivitas keorganisasian baik dalam melakukan hubungan secara internal maupun dalam melakukan hubungan eksternal. 

Sedangkan aspek strategi mencangkup kemampuan organisasi menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, pemahaman kemampuan memanfaatkan peluang, tantangan, ancaman dan kelemahan serta kekuatan yang dimiliki organisasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut dan pada akhirnya dapat survie dan meraih kemampuan kompetitif. Aspek soft struktur organisasi meliputi staff, skill, style, dan share value menyarakatkan proses pembelajaran yang secara terus menerus untuk mencapainya. Administrasi publik (Birokrasi) ke depan harus menata kembali visi, misi tujuan, sasaran dan strategi pencapaiannya dalam rangka memberikan pelayanan publik yang cepat, efisien, terbuka, dan akuntabel.


Dari tata bahasa, administrasi merupakan kata yang berasal dari bahasa inggris yaitu administration. Dalam kamus Webster’s New World (1951),...


Dari tata bahasa, administrasi merupakan kata yang berasal dari bahasa inggris yaitu administration. Dalam kamus Webster’s New World (1951), kata administration merupakan bentuk adjective dari kata administer. Sedangkan administer berasal dari ad + ministrate yang bermakna sama dengan to serve yang dalam bahasa indonesia diartikan melayani. Tapi di dalam bahasa inggris diartikan to manage, to conduct atau to direct.

Administrasi sebagai ilmu bermakna bahwa administrasi bisa dipelajari atau juga bisa diajarkan. Dalam perkembangannya, disiplin ilmu administrasi telah dipelajari dan diajarkan serta sekaligus menjadi bidang studi dan kajian tersendiri terutama di fakultas ilmu sosial  dan ilmu politik atau fakultas administrasi.

Kemunculan studi administrasi sebagai sebuah ilmu tersendiri memang agak terlambat jika dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya, yaitu pada akhir abad ke-19 di Perancis dan Amerika. Sejak akhir abad 19 administrasi mulai dipelajari, disistematiskan, dirumuskan berdasarkan prinsip-prinsip umum, konsep-konsep, dalil-dalil, hukum-hukum yang dapat digenerelisasikan sehingga dapat disusun teori-teori yang berlaku umum dan universal.

Tahun 1886 sering disebut sebagai “tahun” lahirnya ilmu administrasi, karena  pada tahun itulah gerakan administrasi ilmiah dimulai oleh Frederick Winslow di Amerika Serikat, dan kemudian diikuti oleh Henry Fayol di Prancis yang dijuluki pula bapak ilmu Administrasi. Pada masa itu, para ahli administrasi mulai memperjuangkan supaya pengetahuan administrasi dapat menjadi ilmu yang mandiri atau sebagai salah satu tertib-ilmu (disiplin).

Studi administrasi merupakan sebuah studi yang sistematis karena dirumuskan dari proses atau kegiatan yang berhubungan dengan masalah-masalah yang terdapat dalan  masyarakat. Menurut The Liang Gie, ilmu dapat diartikan sebagai sekelompok pengetahuan teratur mengenai sesuatu pokok soal dengan titik pusat perhatian pada permasalahan tertentu sehingga merupakan berbagai konsep yang ditelaah oleh budi manusia berdasarkan suatu metode untuk mencapai kebenaran bercirikan empiris, sitematis, objektif, dan dapat diperiksa kebenarannya.

Sejarah telah menunjukkan kepada kita bahwa sejak periode prasejarah dan periode sejarah, manusia telah menjalankan sebagian prinsip-prinsip administrasi yang sekarang kita kenal, dan telah menerapkan dalam bidang pemerintahan, perdagangan, perhubungan, pengangkutan dan sebagainya, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Max Webber bahwa Mesir adalah negara tertua yang menjalankan sistem administrasi, khususnya adminitrasi birokratik. Demikian juga di Tiongkok kuno, dapat diketahui tentang konstitusi Chow yang dipengaruhi oleh ajaran Confucius dalam “Administrasi Pemerintahan”. Dari Yunani (430 SM) dengan susunan kepengurusan Negara yang demokratis, Romawi dengan “De Officiis dan “De Legibus”nya Marcus Tullius Cicero. Dan di Indonesia terlihat pada zaman Pemerintahan Kerajaan Mataram I, Majapahit dan Sriwijaya, dan salah satu buktinya adalah candi Borobudur, yang terus di kagumi oleh setiap orang.

Etika dan Administrasi Berbicara mengenai etika dan administrasi adalah berbicara tentang keterkaitan antara keduanya. Berbicara mengenai ba...

Etika dan Administrasi

Berbicara mengenai etika dan administrasi adalah berbicara tentang keterkaitan antara keduanya. Berbicara mengenai bagaimana gagasan-gagasan administrasi dapat menjelaskan etika dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat dan begitu juga sebaliknya, bagaimana etika dapat mewujudkan baik dan buruk dalam menjelaskan hakikat administrasi. Seperti diketahui bahwa, ilmu etika adalah ilmu filsafat, nilai dan moral, sedangkan ilmu administrasi adalah ilmu keputusan dan tindakan. Etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk, sedangkan administrasi adalah konkrit dan harus mewujudkan apa yang diinginkan (get the job done).
 
Etika administrasi telah menjadi salah satu bidang studi yang berkembang pesat dalam ilmu administrasi. Menurut Nicholas Henry (1995) ada tiga perkembangan yang mendorong berkembangnya konsep etika dalam ilmu administrasi, yaitu (1) hilangnya dikotomi politik-administrasi, (2) tampilnya teori-teori pengambilan keputusan dimana masalah perilaku manusia menjadi tema sentral dibandingkan dengan pendekatan sebelumnya, seperti rasionalitas dan efisiensi, (3) berkembangnya pandangan-pandangan pembaharuan, yang disebut counterculture critique, termasuk di dalamnya kelompok administrasi publik baru seperti yang telah dikemukakan di atas.

Rohr (1989), seorang pakar masalah etika dalam birokrasi, juga mengemukakan etika dan moral dalam pengertian yang kurang lebih sama, meskipun untuk kepentingan pembahasan lain, misalnya dari sudut filsafat, memang ada perbedaan. Rohr menyatakan: For the most part, I shall use the words “ethics” and “morals” interchangeably. Altough there may be nuances and shades of meaning that differentiate these words, they are derived etymologically from Latin and Greek words with the same meaning.

Walaupun etika administrasi sebagai subdisiplin baru berkembang kemudian, namun masalah kebaikan dan keburukan sejak awal telah menjadi bagian dari pembahasan dalam administrasi. Misalnya, konsep birokrasi dari Weber, dengan konsep hirarki dan birokrasi sebagai profesi, mencoba menunjukan birokrasi yang baik dan benar. Begitu juga upaya Wilson untuk memisahkan politik dari administrasi. Bahkan konsep manajemen ilmiah dari Taylor dapat dipandang sebagai upaya ke arah itu. Cooper (1990) justru menyatakan bahwa nilai-nilai adalah jiwa dari administrasi publik. Sedangkan Frederickson (1994) mengatakan nilai-nilai menempati setiap sudut administrasi. Jauh sebelum itu Waldo (1948) menyatakan siapa yang mempelajari administrasi berarti mempelajari nilai, dan siapa yang mempraktikkan administrasi berarti mempraktikan alokasi nilai-nilai.

Etika menurut Bertens (1977) adalah “seperangkat nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan dari seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan Darwin (1999) mengartikan Etika adalah prinsip-prinsip moral yang disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang menuntun perilaku individu dalam berhubungan dengan individu lain masyarakat. Selanjutnya Darwin (1999) juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi Publik) adalah sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi. Dengan mengacu kedua pendapat ini, maka etika mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi publik (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai baik, buruk, tidak tercela, dan terpuji. Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun, bagi birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya antara lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik kantor, impersonal, merytal system, responsible, accountable, dan responsiveness.

Peran etika dalam administrasi mengambil wujud yang lebih terang belakangan ini, yakni kurang lebih dalam dua dasawarsa terakhir ini. Masalah etika ini terutama lebih ditampilkan oleh kenyataan bahwa meskipun kekuasaan ada di tangan mereka yang memegang kekuasaan politik (political masters), namun administrasi juga memiliki kewenangan yang secara umum disebut discretionary power. Persoalannya sekarang adalah apa jaminan dan bagaimana menjamin kewenangan itu digunakan secara “benar” dan tidak secara “salah” atau secara baik dan tidak secara buruk. Banyak pembahasan dalam kepustakaan dan kajian subdisiplin etika administrasi yang berupaya untuk menjawab pertanyaan itu. Etika tentu bukan hanya masalah administrasi publik. Ia masalah manusia dan kemanusiaan, dan karena itu sejak lama sudah menjadi studi ilmu filsafat dan juga dipelajari dalam semua bidang ilmu sosial. Di bidang administrasi, etika juga tidak terbatas hanya pada administrasi publik, tetapi juga dalam administrasi niaga, yang antara lain disebut sebagai business ethics.

Di bidang administrasi publik, masalah etika dalam birokrasi menjadi keprihatinan yang sangat besar, karena perilaku birokrasi mempengaruhi bukan hanya dirinya, tetapi masyarakat banyak. Selain itu birokrasi juga bekerja berdasarkan kepercayaan, karena seorang birokrat bekerja untuk negara dan berarti juga untuk rakyat. Wajarlah apabila rakyat mengharapkan adanya jaminan bahwa para birokrat yang dibiayainya harus mengabdi kepada kepentingan umum menurut standar etika yang selaras dengan kedudukannya.

Selain itu, tumbuh pula keprihatinan bukan saja terhadap individu-individu para birokrat tetapi terhadap organisasi sebagai sebuah sistem yang cenderung mengesampingkan nilai-nilai. Apalagi birokrasi modern yang cenderung bertambah besar dan bertambah luas kewenangannya. Appleby (1952) termasuk orang yang paling berpengaruh dalam studi masalah ini. Ia mencoba mengaitkan nilai-nilai demokrasi dengan birokrasi dan melihat besarnya kemungkinan untuk memadukannya secara serasi. Namun, Appleby mengakui bahwa dalam praktiknya yang terjadi adalah kebalikannya. Ia membahas patologi birokrasi yang memperlihatkan bahwa birokrasi melenceng dari keadaan yang seharusnya. Golembiewski (1989) yang juga merujuk pada pandangan Appleby selanjutnya mengatakan bahwa selama ini organisasi selalu dilihat sebagai masalah teknis dan bukan masalah moral, sehingga timbul berbagai persoalan dalam bekerjanya birokrasi pemerintah. Hummel (1977) mengkritik birokrasi rasional ala Weber dengan mengatakan bahwa birokrasi, yang disebut sebagai bentuk organisasi yang ideal, telah merusak dirinya dan masyarakatnya dengan ketiadaan norma-norma, nilai-nilai dan etika yang berpusat pada manusia. Sementara Hart (1994) antara lain mengungkapkannya sebagai berikut:….”For too long, the management orthodoxy has taken as axiomatic the proposition that “good systems will produce good people” and that ethical problems will yield to better systems design. But history is clear that a just society depends more upon the moral trustworthiness of its citizens and its leaders than upon structures designed to transform ignoble actions into sosially usefull reslts. Systems are important, but good character is more important. As a result, management scholars and practitioners are giving increasing attention to administrative ethics….

Pengertian Administrasi Menurut Beberapa Ahli a. Definisi Administrasi menurut Leonard D. White : “Administration is the process common to g...

Pengertian Administrasi Menurut Beberapa Ahli

a. Definisi Administrasi menurut Leonard D. White :
“Administration is the process common to group effort, public or private, civil or military large or small scale” (1958:1)
(Administrasi adalah sebuah proses yang umum terdapat dalam semua usaha kelompok, baik negara ataupun swasta, sipil atau militer, berskala kecil maupun besar).

b. Definisi Administrasi menurut Dimock & Dimock :
“In its broadest sense administration (or management, a word used interchangeably with in common parlance) is involve in almost every individual or group activity”
(Dalam pengertian yang sangat luas, administrasi (atau manajemen, satu kata yang dalam percakapan umum saling dipertukarkan penggunaanya dengan administrasi) bersangkutan dengan setiap aktivitas individu atau kelompok).
Dimock & Dimock menegaskan bahwa “basically administration is cooperative group activity” (1956:3).
(bahwa pada dasarnya adminitrasi merupakan aktivitas kerjasama kelompok).

c. Definisi Administrasi menurut Herbert A. Simonn :
“Administration can be defined as the activities of groups cooperating to accomplish common goals”
(Administrasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan-kegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan- tujuan bersama);

d. Definisi Administrasi menurut Prajudi Atmosudirdjo :
“Administrasi merupakan suatu fenomena sosial, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat modern. Eksistensi dari administrasi ini berkaitan dengan organisasi, artinya administrasi itu terdapat di dalam suatu organisasi. Jadi barang siapa hendak mengetahui adanya administrasi dalam masyarakat ia harus mencari terlebih dahulu suatu organisasi yang masih hidup, disitu terdapat administrasi”.

e. Definisi Administrasi menurut The Liang Gie :
“ Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kerjasama menjcapai tujuan tertentu.”

Jadi pada prinsipnya pengertian Administrasi secara lebih luas memiliki unsur adanya kerjasama, banyak orang, untuk mencapai tujuan, atau lebih sempit lebih kita kenal sebagai kegiatan tata usaha. Di dalam administrasi terdapat unsur : manusia, tujuan, tugas, kerjasama, dan sarana.

Konsep Dan Perkembangan Paradigma Administrasi Publik Konsep Administrasi Publik Akhir-akhir ini terjadi pergeseran terhadap penggunaan kons...

Konsep Dan Perkembangan Paradigma Administrasi Publik

Konsep Administrasi Publik

Akhir-akhir ini terjadi pergeseran terhadap penggunaan konsep Administrasi Publik yaitu dari Administration of Public ke Administration by Public.

Konsep Administration of Public biasanya digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya secara mandiri. Konsep ini menekankan peran pemerintahan atau negara dalam mewujudkan public service (pelayanan publik) atau sering juga disebut Administration for Public.

Sementara menurut Utomo (2008:7) konsep Administrastion by Public berorientasi kepada demand are differetianted, dengan arti bahwa fungsi negara atau pemerintah hanyalah sebagai fasilitator, katalisator yang berfokus pada putting the customers in the drive set. Ini artinya bahwa negara atau pemerintah tidak lagi merupakan faktor utama driving forces.

Berdasarkan penjelasan Utomo, terdapat perubahan makna dari istilah publik dalam Administrasi Publik yang semula bermakna sebagai negara menjadi masyarakat. Perubahan makna ini bermakna bahwa pendekatan yang dilakukan oleh Ilmu Administrasi Publik bukan lagi kepada negara melainkan fokusnya kepada masyarakat. Sehingga istilah yang biasa digunakan juga berubah dari Administrasi Negara menjadi Administrasi Publik.

Berikut adalah beberapa pengertian administrasi publik menurut beberapa ahli yang melihat administrasi publik dalam berbagai perspektif, yaitu:

1) Administrasi negara ialah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintahan dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuan negara. (Siagian, 1996;8).

2) Doglas dalam Stillman (1992:2) mengemukakan “Public administration is the produced of good and service designed to serve the need of citizen”.

3) Menurut Chandler dan Plano dalam Keban (2008:3), mengemukakan bahwa administrasi publik adalah proses di mana sumber daya dan personel publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengelola (manage) keputusan-keputusan dalam kebijakan publik.

4) Dubnick and Romzek (1991), Thea practice of public policy administration involves the dynamic reconciliation of various forces in government"s efforts to manage public and program.

5) Menurut John M. Pffifner dan Robert V. Presthus (1960:4,5,6) mengemukakan sebagai berikut:

- Public Administration involve the implementation of public policy which has been determine by representative political bodies. Artinya bahwa administrasi publik meliputi implementasi kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik.

- Public Administration may be defined as the coodination of individual and group effort to carry out public policy. It mainly occupied with the dayti work of government. Artinya bahwa administrasi publik dapat didefenisikan sebagai koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan pemerintah. Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah.

- In sum, public administration is process concerned with carryng out public policies, encompassing, innumerable skills and techniques large number of people. Artinya. Secara ringkas administrasi publik adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, pengarahan kecakapan dan tehnik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.

6) Menurut Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro mengemukakan sebagai berikut:

- Public Administration is coorperative group effort in public setting. Artinya bahwa administrasi publik adalah suatu kerja sama kelompok dalam lingkungan pemerintahan.

- Public Administration covers all three branches,: execitive, legislative and yudicative, and their interelationships. Artinya bahwa administrasi publik meliputi ketiga cabang pemerintahan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta hubungan di antara mereka.
 
7) Sementara Keban (2008:4), menekankan pada makna yang bervariasi tentang istilah administrasi publik. Menurutnya, administrasi publik sebagai administrasi of public menunjukkan pemerintah berperan sebagai agen tunggal yang berkuasa atau sebagai regulator, sedangkan administrasi for public menunjukkan konteks yang lebih maju dari sebelumnya dimana pemerintaha lebih berperan dalam mengemban misi pemberian pelayanan publik (service provider), dan administrasi by public merupakan suatu konsep yang sangat berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat.

Perkembangan Paradigma Administrasi Publik

Ilmu pengetahuan dapat berubah dan berkembang kapan dan dimana dianya berada.  Perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam ilmu pengetahuan disebut dengan paradigma. Menurut Thomas Kuhn (dalam Keban, 2008:31) mengatakan bahwa paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa tertentu.

Sebagai salah satu ilmu pengetahuan, administrasi publik juga tidak bisa lepas dari perubahan dan perkembangan yang terjadi tidak hanya di Indonesia akan tetapi terjadi juga di seluruh dunia.

Perkembangan paradigma administrasi secara umum terjadi dalam lima tahap seperti yang dikemukakan oleh Keban (2008:31) sebagai berikut:

1. Paradigma I terjadi antara tahun 1990 s/d 1926 yang dikenal dengan paradigma Dikotomi Politik dan Administrasi. Paradigma ini berusaha memisahkan antara politik dan administrasi yang dianggap mempunyai tugas yang berbeda. Hal ini bisa dilihat dari tugas dan fungsi yang dijalankan oleh lembaga legislatif, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif. Selain itu, Ibrahim (2009:5) juga menjelaskan bahwa fokus administrasi publik hanya terbatas pada masalah yang terjadi di organisasi pemerintahan, sedangkan masalah pemerintahan, politik dan kebijakan termasuk dalam kajian ilmu politik.

Paradigma I ini merupakan hasil dari tulisan Frank J. Goodnow dan Leonard D. White (Thoha: 2010:18) di bukunya Politicus and Administration. Menurut Frank, ada dua fungsi pokok pemerintah yang berbeda satu sama lainnya, yaitu politik dan administrasi. Politik menurut Frank harus menghasilkan kebijakan yang dibuat oleh negara. Sedangkan administrasi diartikan sebagai pelaksana terhadap kebijakan yang sudah dibuat oleh negara. Sehingga terjadi perbedaan yang mendasar antara kajian politik dengan administrasi.

Dari uraian di atas diketahui bahwa locus paradigma I ini adalah keberadaan administrasi publik haruslah berpusat pada birokrasi pemerintahan (dalam Thoha:2010:19). Sedangkan fokus kajian ilmu administrasi publik tidak menjadi perhatian pada paradigma pertama ini sehingga kajian administrasi publik tidak dibahas secara jelas dan terperinci.

2. Paradigma 2 (1972-1937) dikemukakan oleh Willoughby dalam bukunya yang berjudul ”Principles of Public Administration” sehingga dikenal dengan paradigma prinsip-prinsip administrasi. Di buku tersebut dijelaskan dengan detail dan rinci perkembangan yang terjadi dalam kajian ilmu administrasi publik sehingga dapat dipelajari secara umum oleh masyarakat.
 
Pada paradigma ke dua ini juga administrasi publik lebih menekankan pada prinsip-prinsip administrasi publik yang berlaku secara umum dan universal pada setiap organisasi, lembaga, dan institusi. Sehingga, adminsitrator-administrator bisa menjadi ahli dan cakap dalam pekerjaannya kalau mereka mau mempelajari bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tersebut. (Thoha:2010:21).
Selain itu, pada fase paradigma ke dua ini, administrasi publik berkembang dengan pesat terutama dengan adanya sumbangan dari bidang-bidang lainnya seperti industri dan pemerintahan. Dengan adanya sumbangan tersebut administrasi publik berkembang tidak hanya berkaitan dengan politik dan pemerintahan, akan tetapi ilmu manajemen juga ikut terlibat dalam pengembangan prinsip-prinsip administrasi publik pada saat itu.

Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebuah kenyataan yang menjelaskan bahwa administrasi publik bisa berada di mana saja tanpa melihat aspek kebudayaan, lingkungan, fungsi yang sedang berjalan, misi organisasi dan bahkan struktur sebuah organisasi. Ini artinya bahwa administrasi publik bisa diterapkan dan diikuti di mana saja tanpa adanya pengecualian termasuk oleh negara-negara yang memiliki sistem yang berbeda dalam pemerintahannya.

Selain itu, pada fase kedua administrasi publik ini terdapat beberapa buku yang memiliki peran dalam memperkaya kajian ilmu administrasi publik seperti dikemukakan oleh Thoha (2010:22) yaitu: Mary Parker Foller, menulis Creative Experience (1930), Henry Fayol, Industrial and General Management (1930), James D. Mooney dan Alan C. Reiley, Principles of Organization (1939), dan berbagai tulisan-tulisan lainnya yang megemukakan prinsip-prinsip administrasi publik.

Kemudian Luther H. Gulick dan Lyndall Urwick juga menulis tentang administrasi publik di dalam bukunya dengan judul “Paper on the Science of Administrattion”. Menurut Gulick dan Urwick, (dalam Thoha, 2010) prinsip adalah amat penting bagi administrasi sebagai suatu ilmu. Adapun letak di mana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Focus memegang peranan penting dibandingkan atas locus. Prinsip administrasi yang terkenal dari Gulick dan Urwick ialah singkatan POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting).

Akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya administrasi publik mengalami banyak tantangan akibat banyaknya konsep-konsep baru yang muncul dan berusaha mengkritisi konsep yang digunakan oleh administrasi publik karena dianggap masih ortodok.

Pada tahun 1938, muncul sebuah buku yang berjudul “The Functions of Executive” yang ditulis oleh Chester I. Barnard. Buku yang ditulis oleh Chester I. Barnard memberikan pengaruh pada pemikiran Herbert A. Simon yang ikut mengkritisi ilmu administrasi publik dalam bukunya yang berjudul “Administrative Behavior: A Study of Decision Making process in Admnistration Organization”. Menurut Simon (dalam Thoha, 2010), setiap prinsip administrasi di dalamnya pasti ada prinsip tandingan (Counter Principle).

Masih menurut Simon, bahwa di dalam suatu prinsip akan ada prinsip lainnya yang berlawanan. Dan hal inilah yang menyebabkan terjadinya permasalahan dalam kajian administrasi publik tradisional, sehingga Simon menawarkan alternatif pada paradigma ke dua ini, yaitu harus adanya dua jenis administrasi publik, yaitu administrasi publik murni dan administrasi publik yang menjelaskan tentang public policy.

Kedua jenis administrasi ini merupakan dua komponen penguat dari paradigma baru tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh Simon: (Thoha:2010:27) ”There does not appear to be any reason why these two developments in the field of public administration should not go on side by side, for they in no way confkict or contadict.”

Selanjutnya, kritikan terhadap konsep administrasi publik terus terjadi dengan adanya dua pendapat yang muncul secara bersamaan, yaitu pertama, pendapat yang menyatakan bahwa politik dan administrasi tidak dapat dipisahkan dan yang kedua, pendapat yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang dijalankan oleh administrasi publik tidak logis dan konsisten.

Thoha (2010) menjelaskan bahwa pada tahun 1946, suatu buku bunga rampai yang diedit oleh Fritz Morstein Marx Elements of Public Administration menjawab pada keberatan pertama, bahwa administrasi dan politik bisa dikotomikan. Empat belas artikel yang ditulis dalam buku tersebut semuanya ditulis oleh para praktisi administrasi dan menunjukkan bahwa kesadaran baru mengenai administrasi yang”value-free” itu sebenarnya adalah value yang berat condongnya ke politik. Beberapa pertanyaan yang timbul antara lain:

- Apakah suatu keputusan teknis tentang anggaran dan pengembangan kepegawaian benar-benar merupakan keputusan yang impersonal dan tidak berbau politik (apolitical decision)? Atau apakah hal tersebut benar-benar sangat personal, sangat berpolitik, dan sangat prefensial?

- Apakah memang tidak pernah ada kemungkinan untuk membedakan perbedaan tersebut?

- Apakah tidak ada usaha yang bermakna untuk membedakan antara politik dan administrasi, kalau memang menurut kenyataan tidak bisa dibedakan?

- Apakah timbulnya dikotomi politik-administrasi di bidang ini sangat mengutungkan, sangat baik atau sebaliknya menjadi naif?

Jawaban yang frontal terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan oleh John M. Gaus pada tahun 1950 dengan tulisan di majalah Publik Administration Review di bawah judul”A theory of public administration means in our time a theory of politics also”.

Kajian menarik tentang dikotomi politik dan administrasi disampaikan oleh Allen Schick dalam tulisannya yang kemudian di edit oleh Frederick C. Mosher (dalam Thoha, 2010). Menurut Allen, mereka yang mempersoalkan memisahnya politik dari administrasi belum pernah menunjukkan argumentasi yang mapan mengenai sesuatu yang disebut administrasi dan sesuatu yang disebut politik itu benar-benar tidak bisa dipisahkan secara mutlak. Dikatakan selanjutnya oleh Schick bahwa administrasi publik adalah mengabdi untuk kekuasaan dan mempunyai kekuasaan yang penuh melayani kekuasaan itu untuk pro bono publico, untuk membantu pemegang kekuasaan dalam pemerintah secara lebih efesien.

3. Paradigma 3 (1950-1970) adalah paradigma administrasi publik sebagai Ilmu Politik. Menurut paradigma ke tiga ini tidak tepat jika ada dikotomi antara politik dan administrasi publik dalam kajian ilmu administrasi publik. Dalam konsteks ini, administrasi publik bukannya value free atau dapat berlaku dimana saja tetapi justru dipengaruhi nilai-nilai tertentu. Paradigma ini menganggap studi administrasi publik adalah bagian dari ilmu politik, hanya saja berbeda titik beratnya.

Ilmu politik berfokus pada proses penyusunan kebijakan kekuatan sosial politik di luar birokrasi, administrasi publik berfokus pada penyusunan kebijakan dalam tubuh birokrasi, tetapi tidak terlepas dari sitem politik yang berlaku. (Ibrahim,2009:6)

Terkait dengan itu Thoha, (2010) secara singkat menjelaskan bahwa fase paradigma ketiga ini merupakan suatu usaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual antara administrasi publik dengan ilmu politik.

Dikatakannya bahwa walaupun usaha untuk kembali kepada ilmu politik sebagai suatu identifikasi dari administrasi publik, akan tetapi sebaliknya ilmu politik mulai melupakannya. Hal ini terjadi karena pada tahun 1962 administrasi publik bukan lagi dianggap sebagai bagian dari ilmu politik. Hal ini bisa dilihat dari laporan komisi ilmu politik sebagai suatu disiplin dari APSA (American Political Science Assosiation).

Tahun 1964, suatu survey yang dilakukan oleh sarjana-sarjana ilmu politik memberikan petunjuk tentang merosotnya minat terhadap administrasi publik dalam fakultas-fakultas ilmu politik. Sehingga pada tahun 1967 administrasi publik benar-benar dicoret dari program pertemuan tahunan APSA.

Antara tahun 1960 sampai tahun 1970, hanya dijumpai empat persen dari semua artikel yang diterbitkan dalam lima jurnal utama ilmu politik yang membicarakan ilmu administrasi publik.
 
Menurut fase paradigma ke tiga ini ada dua perkembangan baru yang perlu dicatat pada masa itu, yaitu pertama, pertumbuhan penggunaan studi kasus sebagai suatu sarana yang bersifat epistimologis. Kedua, timbulnya studi perbandingan dan pembangunan administrasi sebagai salah satu bagian dari administrasi publik.  (Thoha:2010:28)

4. Paradigma 4 (1956-1970) adalah paradigma administrasi negara sebagai ilmu administrasi. Paradigma ini menganggap bahwa ilmu administrasi publik sebagai bagian ilmu politik, perlu dikembangkan lebih lanjut dua aspek yang harmonis yaitu pengembangan ilmu administrasi secara murni berdasarkan psikologi sosial, dan mengenai seluk-beluk kebijakan publik.  (Ibrahim,2009:6)

Berbeda dengan Thoha (2010) istilah ilmu administrasi (adminsitrave science) dipergunakan dalam paradigma ke empat ini untuk menujukkan isi dan fokus pembicaraan. Dalam ilmu ini terdapat pula pembahasan mengenai teori ilmu organisasi dan ilmu manajemen. Teori organisasi pada intinya mendapat sumbangan pokok dari hasil kerja sarjana-sarjana psikologi sosial, administrasi perusahaan, dan sosiologi. Sehingga dengan demikian, sarjana-sarjana administrasi publik mendapatkan informasi yang tepat untuk memahami perilaku organisasi.

Adapun ilmu manajemen sangat tergantung pada riset yang dilakukan ahli statistik, analisis sistem, komputer dan ekonomi. Sehingga karenanya sarjana-sarjana administrasi publik mendapatkan informasi untuk mengukur pelaksanaan kerja secara tepat dan menaikkan efisiensi manajerial.

Menurut Thoha (2010) sejumlah usaha-usaha pengembangannya, terutama di peroleh dari pengaruh fakultas administrasi perusahan, (school of business administrative) mempercepat pencarian alternatif paradigma ilmu administrasi ini.  Tahun 1956 terbitlah jurnal administrative science quartetly, sebagai sarana yang amat penting untuk menyuarakan pendapat dan konsepsi-konsepsi dari paradigma ini.

Sarjana administrasi negara Keith M. Henderson berpendapat di pertengahan tahun 1960 bahwa teori organisasi adalah atau seharusnya menjadi fokus utama dari administrasi publik. Demikian pula, tidak di lupakan begitu saja usaha-usaha yang di rintis oleh para cendekiawan terdahulu, seperti James G. March dan Herbert A. Simon dalam buku yang dikarang berdua, berjudul Organizations (1958).

Selanjutnya dikatakan pada awal tahun 60-an, Organizational Development (OD) atau Pengembangan Organisasi (PO) mulai berkembang secara pesat sebagai suatu spesialisasi dari ilmu administrasi. OD sebagai suatu bidang kajian berlandas pada psikologi sosial dan pada nilai-nilai demokratis birokrasi baik pemerintah maupun swasta demikian pula aktualisasi diri dari masing-masing anggota organisasi karena hal-hal inilah, maka OD dipandang oleh para cendekiawan muda administrasi publik, sebagai suatu objek yang bisa menawarkan bidang riset yang dapat bersaing dalam kerangka ilmu administrasi.

Dalam pandangan Thoha (2010) paradigma keempat ini dalam perjalanan materi meniti langkanya bukan tidak mempunyai persoalan. Banyak persoalan-persoalan yang perlu di jawab seperti misalnya jika focus tunggal telah dipilih oleh administrasi publik, yakni ilmu administrasi, apakah ia masih berhak berbicara Public (negara) dalam administrasi tersebut, ilmu administrasi tidak lagi mempunyai prinsip-prinsip umum karena prinsip-prisip tersebut telah diganti menjadi prinsip organisasi dan manajemen yang spesifik.

Suatu fenomena dalam kehidupan sehari-hari bahwa perbedaan antara pemerintah dan swasta (public end private) sulit dirumuskan secara empiris. Adanya industri militer yang komplek, adanya peraturan-peraturan dari departemen-departemen pemerintah yang mengatur hubungan pemerintah dengan industri-industri swasta, adanya kemajuan keahlian masing masing departemen di dalam membatu memajukan teknik manajerial perusahaan-perusahaan swasta pada setiap aspek kehidupan masyarakat.

Kacaunya penggunaan istilah public dalam bidang administrasi ini kelihatan tidak bisa di mengerti. Seorang sarjana berpendapat kita harus mulai berbicara tentang administrasi publik, karena organisasi manajerial mempunyai hubungan yang erat dengan publik, negara, pemerintah dan hal-hal yang bersifat politis. Hal ini disebabkan karena tumbuhnya saling ketergantungan dalam masyarakat teknologi.

Thoha (2010) memberikan kesimpulan tentang paradigma ke empat bahwa negara dalam administrasi publik janganlah ditafsirkan dalam hubungannya dengan istilah istilah institusi, melaikan hendaknya ia ditafsirkan secara filosofis, normatif, dan etis. Negara dalam hal tersebut akan menjadi suatu yang mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat.

5. Paradigma 5 (1970-sekarang) merupakan paradigma terakhir yang disebut sebagai administrasi publik sebagai administrasi. Keban mengemukakan (2008:33) bahwa paradigma ini merupakan pembaruan terhadap paradigma-paradigma sebelumnya. Paradigma ini telah memiliki fokus yang jelas. Fokus administrasi publik mencakup teori-teori organisasi, analisis kebijakan publik, tehnik-tehnik administrasi dan manajemen modern, berbagai persoalan dalam birokrasi pemerintahan dan persoalan-persoalan kebutuhan serta aspirasi masyarakat. Sedangkan locusnya adalah masalah-masalah dan kepentingan-kepentingan publik.

Dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa dengan adanya pergeseran paradigma administrasi publik, maka fokus dan lokus bidang kajian dari administrasi publik telah semakin jelas yakni bidang kajian kebijakan publik.

Bahkan lebih dari itu menurut Thoha (2010:33) administrasi publik semakin bertambah perhatiannya terhadap wilayah ilmu kebijaksanaan (policy science), politik ekonomi proses pembuatan kebijaksanaan pemerintah dan analisisnya (publik policy making process) dan cara-cara pengukurannya dari hasil-hasil kebijaksanaan yang telah dibuat.

Lebih dari itu, Thoha mengemukakan bahwa aspek-aspek perhatian ini dapat dianggap dalam banyak hal sebagai suatu mata rantai yang menghubungkan antara focus administrasi publik dengan locus-nya. Sebagaiman yang terlihat dalam tren yang diikuti oleh paradigma ini, maka fokus administrasi publik adalah teori organisasi praktik dalam analisis public policy dan teknik-teknik administrasi dan manajemen yang sudah maju. Adapun locus normatif dari administrasi publik digambarkan oleh paradigma ini pada birokrasi pemerintah dan pada persoalan-persoalan masyarakat. Walaupun public affairs masih dalam proses mencari bentuknya. Akan tetapi melihat perkembangan bidang ini menduduki tempat utama dalam menarik perhatian administrasi publik.

Itulah sebabnya lanjut Thoha, bahwa dalam waktu yang singkat, administrasi publik sebagai suatu bidang kajian telah menujukan warnanya sendiri. Beberapa departemen fakultas dan akademi baru administrasi dan public affairs bermunculan. Hal ini membuktikan adanya suatu sikap yang jelas dari paradigma ini. Antara tahun 1973-1978 telah dibentuk kurang lebih 21 persen fakultas profesional administrasi publik dan public affairs dan sekitar 53 persen depatemen administrasi publik dan publik affairs.

Salah satu kecenderungan dari pertumbuhan administrasi publik ini terbentuknya asosiasi nasional dari fakultas-fakultas tersebut (the national association of school of public affairs and administrative) asosiasi ini dibentuk tahun 1980 mempunyai anggota lebih dari 200 intitusi dan lebih dari 25.000 mahasiswa baik yang penuh atapun yang partime terdaftar dalam program MPA pada akhir tahun 1970-an.

Demikialah perkembangan adminstrasi publik baik di ikuti lewat sejarahnya maupu lewat perkembangan paradigma. Kesemuanya berlatar belakang empiris dari negara Eropa dan Amerika Serikat. Karena dari sanalah ilmu ini mulai di kembangkan. Belajar dari pengalaman mereka kita petik yang dianggap baik dan bisa diterapkan dalam pertumbuhan administrasi publik kita. (Thoha, 2010,32)

Referensi:
1. John Pffifner dan Robert V. Presthus, 1960, Public Administration, The Ronald Press Company, New York.
2. Keban, Yeremias, T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu, Penerbit Gaya Media, Yogyakarta.
3. Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik, Rineka Cipta Jakarta.
4. Tahir, Arifin, 2011, Kebijakan Publik Dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Pustaka Indonesia Press Jakarta.
5. Thoha, Miftah, 2010, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Permada media Group, Jakarta
6. Utomo, Warsito. 2006. Administrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.